Himpass.com/Sumenep - Dusun Saredeng Kecil merupakan entitas administratif yang
termasuk dalam wilayah Desa Saseel, Kecamatan Sapeken, Kabupaten Sumenep. Namun
dalam realitas sosial-politik, dusun kami kerap mengalami perlakuan
diskriminatif dan termarjinalkan dari berbagai aspek pembangunan. Melalui
pernyataan ini, kami menyampaikan gugatan moral dan sosial terhadap
kepemimpinan Kepala Desa Saseel yang dinilai gagal dalam mengartikulasikan
kepentingan publik serta memenuhi hak-hak dasar warganya.
Pemerintah Desa Saseel menunjukkan degradasi serius dalam
hal tata kelola pemerintahan desa yang akuntabel dan partisipatif. Salah satu
indikator nyata adalah proyek pembangunan tanggul laut di Dusun Karangkongo
yang dimulai pada awal 2025. Pemasangan gorong-gorong dilakukan tanpa fondasi
teknis yang memadai, mencerminkan rendahnya kepatuhan terhadap prinsip rekayasa
sipil serta menimbulkan risiko struktural yang signifikan terhadap keselamatan
masyarakat.
Kondisi ini mencerminkan lemahnya integritas, kapasitas
kelembagaan, dan akuntabilitas dalam proses perencanaan dan eksekusi
pembangunan desa. Minimnya transparansi anggaran dan tidak adanya pelibatan
warga dalam proses pengambilan keputusan menandakan terjadinya defisit
demokrasi lokal yang serius.
Selain itu, struktur organisasi pemerintahan desa
menunjukkan disfungsi yang signifikan. Unit-unit kelembagaan, termasuk Karang
Taruna, tidak memiliki arah kerja yang jelas dan peran strategis dalam
pembangunan sosial. Fenomena ini mencerminkan lemahnya kapasitas kepemimpinan
serta ketiadaan sistem manajemen desa yang efektif, akuntabel, dan berorientasi
pada pelayanan publik.
Kondisi Dusun Saredeng Kecil mencerminkan bentuk nyata dari
marginalisasi wilayah. Tidak hanya tertinggal dalam aspek pembangunan
infrastruktur, tetapi juga mengalami keterbatasan akut dalam pemenuhan
kebutuhan dasar, terutama akses terhadap energi listrik.
Hingga saat ini, jaringan listrik belum berfungsi meskipun infrastruktur dasar seperti tiang listrik telah dipasang. Keberadaan tiang-tiang tersebut kini lebih menyerupai artefak simbolik daripada sarana distribusi energi. Masyarakat hidup dalam kegelapan setiap malam tanpa kepastian atau transparansi dari pihak pemerintah desa mengenai waktu realisasi penyalaan listrik. Minimnya komunikasi, partisipasi warga, dan tindak lanjut konkret dari Kepala Desa memperkuat kesan adanya stagnasi birokratis dan abai terhadap prinsip keadilan sosial.
Penulis : Bagus R
Editing : Fauzi